Nama Yakobus Kamarlo Mayong Padang biasa dipanggil Bung Kobu tentu tidak asing ditelinga para pentolan PDIP dan Barisan Marhaen. Tapi, secara mengagetkan muncul secara tiba – tiba didepan pintu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipemeriksaan pertama Sekjen PDIP, Hasto Kristianto usai ditetapkan tersangka.
Mungkin, Bung Kobus nyaris tak diketahui publik sejak lama tak disorot media jika dirinya merupakan militansi PDIP asal Tanah Toraja Sulsel.
Kemunculan Bung Kobu dipublik menjadi pertanyaan saat hendak menjemput Hasto didepan pintu KPK usai diperiksa. Bahkan, kemunculan Bung Kobu dianggap sosok misterius dan ramai dibicarakan publik.
Ngutip kata Ganjar Pranowo, ” Kobu itu urusan dunianya sudah selesai. Kobu itu, jika pegang duit banyak bisa stroke. Kobu itu, penampilannya sederhana dan andaikan 10 orang saja ada orang orang seperti kobu duduk disenayan maka Republik ini baiknya besok pagi,”
Lansir melalui Mediakita.co, Pria kelahiran Sillanan-Tana Toraja, 01 Oktober 1955. Suami dari Emmy Rerung Rante ini biasa dipanggil Kobu’ lahir pada masa pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan. Kobu’ dilahirkan di kandang babi, ketika itu ibunya yang bernama Debora Ruga sedang mencari tempat yang aman untuk bersalin. Ayahnya bernama Yohanis Pairi seorang guru asal Bastem Pantilang. Kobu’ menempuh pendidikan di SD Sillanan lulus tahun 1967, SMP Kr. Mebali lulus tahun 1970, SMA Makale Tana Toraja lulus tahun 1973 dan menamatkan diri di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Hasanuddin Makassar 1984. Kobu’ memiliki pengalaman dalam berorganisasi dan juga menjadi pengurus di dalamnya. Organisasi-organisasi tersebut diantaranya Persatuan Pemuda Gereja Toraja (PPGT), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Serikat Mahasiswa Fisipol Universitas Hasanuddin. Beliau juga salah satu pendiri Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI)
MENJADI KADER PDI
Tahun 1980 Kobu’ mengabdi di Komisi Usaha Klasis Makassar sekarang menjadi Badan Pekerja Klasis Makassar Gereja Toraja dan menjadi kepala tata usaha. Tahun 1981 memutuskan masuk menjadi anggota Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Menjadi anggota PDI saat itu adalah sebuah keputusan yang sangat berisiko. Selain menjadi incaran politik oleh penguasa Orde Baru, intimidasi dan masa depan pun suram. ia sudah berani mengambil resiko tersebut. Tahun 1984 setelah menyelesaikan kuliahnya ia mendapat tawaran menjadi seorang PNS hanya saja ia lebih memilih menjadi seorang wartawan pada koran Harian Pedoman Rakyat dan Harian Suara Pembaharuan.
MENJADI ANGGOTA DPRD KOTA MAKASSAR
Tahun 1992 Kobu’ dipercaya oleh PDI menduduki jabatan anggota DPRD Kota Makassar periode 1992-1997. Selama menjadi anggota DPRD Kota Makassar, ia sudah menampakkan keberpihakannya kepada rakyat kecil dan kaum termarginalkan. Ia adalah satu-satunya anggota DPRD Kota Makassar yang tidak mau menggunakan pakaian safari, ia hanya menggunakan pakaian biasa. Saat itu baju safari identik dengan penguasa dan orang kaya, selain itu juga satu-satunya anggota DPRD Kota Makassar yang menggunakan motor, itu pun motor vespa yang sudah tua dan karatan. Sebenarnya Kobu’ bisa mengikuti gaya hidup anggota dewan lainnya hanya saja ia tidak mau menghianati rakyat yang telah memilihnya di tengah-tengah kemiskinan mereka. Konsistensinya ini tetap ia pegang selama menjadi wakil rakyat di Kota Makassar membuat dirinya tidak disukai oleh sebagian besar anggota Dewan Kota Makassar. Selama menjabat ia kerap bersebrangan dengan anggota dewan lainnya dan sangat lantang dalam menyikapi kebijakan-kebijakan Wali Kota Makassar yang tidak pro terhadap kaum-kaum termarginalkan.
KASUS ULUWAY
Tahun 1992, terjadi sengketa perbatasan antara Kabupaten Enrekang dengan Masyarakat Toraja, saat itu yang disengketakan adalah Desa Uluway Kecamatan Mengkendek. Secara history, Desa Uluway masuk dalam Wilayah Tana Toraja. Semua penduduk Desa Uluway menginginkan masuk dalam Wilayah Tana Toraja. Pemerintah Enrekang dan Tana Toraja sepakat Desa Uluway masuk dalam Kabupaten Enrekang. Tentu di masa Orde Baru, melawan pemerintah sangat berisiko. Warga Desa Uluway merasa sangat ketakutan ketika mendapat intimidasi dari aparat keamanan. Suatu malam Desa Uluway didatangi oleh puluhan aparat keamanan lengkap dengan senjata dari KODIM Enrekang, warga Desa Uluway dikumpulkan di Masjid untuk dipaksa memberikan tanda tangan masuk dalam Kabupaten Enrekang. Keesokan harinya Kobu’ mendatangi KODIM Enrekang mempertanyakan maksud dan tujuan aparat mendatangi desa. Dari KODIM Enrekang mengatakan, mereka hanya mengabsen warga setempat yang sedang ikut sholat. Mendengar jawaban itu kobu’ naik pitam sambil memukul meja dan berkata “sejak kapan Republik ini menerapkan aturan bahwa orang ibadah harus di absen. aparat tidak boleh melakukan intimidasi atas keinginan warga Desa Uluway masuk dalam Wilayah Tana Toraja”.
Kobu’ dan teman-temannya tidak tinggal diam, ia menggerakkan Pemuda Toraja dan Mahasiswa melawan kebijakan pemerintah. Langkah awal yang harus ditempuh Kobu’ dan teman-teman adalah mendatangi semua tokoh-tokoh adat dan parengge yang ada di wilayah Toraja, dari ratusan tokoh adat dan parengge hanya 20 orang yang berani memberikan tanda tangan dukungan mengembalikan Desa Uluway masuk dalam Wilayah Tana Toraja. Akhir dari perjuangan ini adalah, Desa Uluway tetap berada dalam Wilayah Kabupaten Tana Toraja.
BANTENG KURUS PECAH MENJADI DUA
Dalam kongres luar biasa PDI yang diselenggarakan di Surabaya 1993, Megawati Soekarno Putri terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PDI. Namum Pemerintahan Soeharto tidak puas dengan terpilihnya Megawati sebagai Ketua Umum PDI. Segala cara dilakukan oleh pemerintah untuk melengserkan Megawati. Akhirnya Megawati berhasil dilengserkan dalam Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, dan memilih Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI. Pada tanggal 27 Juli 1996, terjadi peristiwa yang dikenal dengan ‘Peristiwa 27 Juli’, kelompok Soerjadi melakukan perebutan kantor DPP PDI dari kepemimpinan Megawati. Terjadi pertumbahan darah mengakibatkan banyak kader PDI pendukung Mega pindah ke PPP yang disebut Mega-Bintang. PDI pecah menjadi dua, Kubu Mega vs Kubu Soejadi yang didukung oleh pemerintah Soeharto. Perpecahan ini merambah hingga ke anak ranting. Dari 27 DPD PDI hanya 7 ketua DPD PDI dan hanya 5 Sekretaris DPD yang mendukung Megawati, salah satunya adalah Jacobus K. Mayong Padang.
MENDAPAT INTIMIDASI ORDE BARU.
Memasuki tahun 1990-an hingga reformasi, ia adalah salah satu orang di Sulawesi Selatan yang menjadi terget Orde Baru. Namanya menjadi sasaran target ketika ia terang-terangan mendukung Megawati dan salah satu pendiri SBSI (Serikat Buruh Seluruh Indonesia) bersama-sama dengan Abdulrahman Wahid atau Gusdur. Ia dianggap berbahaya dan dapat mengancam pemerintahan Orde Baru karena kerap kali menggalang dan menggerakkan massa melawan kebijakan Orde Baru. Bersama istrinya dan adik iparnya pernah di tahan oleh intel KODAM Wirabuana VII Sulawesi Selatan.
MELENGGANG KE SENAYAN
Atas loyalitasnya terhadap Megawati , saat PDI Perjuangan memenangkan pemilihan umum 1999, ia dipercaya Megawati menjadi salah satu anggota DPR RI 1999-2004. Pada Pemilihan Umum 2004 Kobu’ berhasil kembali duduk di kursi legislatif DPR RI dan duduk di Komisi IV sebagai anggota.
Tahun 2005 karena dirinya kecewa terhadap ketidaktegasan DPR dalam menolak kenaikan harga BBM, Sekretaris Fraksi PDIP Jacobus Kamarlo Mayong Padang melakukan aksi mogok makan di press room Gedung Nusantara III DPR/MPR. Ia terpaksa mengenakan masker karena flu yang dideritanya. Atas aksinya itu Kobu yang juga menderita radang lambung (gastritis) pun terpaksa harus dilarikan ke RS tanggal 22 Maret 2005 pukul 12.00. Di tahun yang sama Jacobus Kamarlo Mayong Padang dan anggota fraksi dari partai yang lain tidak menggunakan uang rapelan dana operasional sebanyak Rp 50 juta dan mengembalikan uang tersebut ke kas Negara. Sementara beberapa anggota fraksi partai yang lain menyumbangkannya kepada korban Tsunami atau pun ke koperasi untuk selanjutnya dipinjamkan sebagai permodalan usaha mikro. Pada saat sedang ramai kasus flu burung di tahun 2008 yang banyak merenggut korban jiwa bukan hanya hewan ternak tetapi juga manusia, Kobu’ selaku anggota Komisi IV DPR menjadi anggota Pansus Rancangan Undang-Undang tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, RUU ini sendiri telah mengendap di DPR selama 13 tahun.
Tahun 2007 Dalam dunia pendidikan, Kobu berhasil membuat sebuat terobosan, bersama dengan beberapa anggota DPR RI membentuk PANSUS yang di ketuai oleh Slamet Yusuf Efendi. Salah satu perjuangan mereka adalah berhasil mendesak pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono untuk mengesahkan anggaran pendidikan minimal 20 % dari APBN. Selain itu juga Kobu’ adalah salah satu inisiator Pansus Lumpur Lapindo dan juga inisiotor terbentuknya UU KDRT dan Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Selama menjadi anggota DPR RI, ada 3 komponen fokus Utama Jacobus K. Mayong Padang: 1). Pemberian perhatian secara lebih konkrit pada warga negara yang marginal diantaranya petani, nelayan,pekerja informasi dan pengangguran, 2). Diperkecil kesenjangan pusat dan daerah, 3). Menghilangkan sekat-sekat sektarian di kalangan warga negara.
Dalam Sidang Paripurna DPR RI Pembukaan Masa Sidang III tgl 7 Januari 2008, Jacobus Kamarlo Mayong Padang No .A-403 dari FPDI Perjuangan menginterupsi untuk menyampaikan sekaligus menjadi tuntutan kepada Pemerintah Republik Indonesia dan DPR RI bahkan seluruh komponen bangsa tentang keadilan. Pernyataan beliau yang membuat anggota DPR terpana ketika memberikan interupsinya.
Berikut isinya: “Terima kasih, Pimpinan. Jacobus Mayong Padang, A-403 MERDEKA !! Saya ingin menyampaikan 3 hal pada kesempatan ini. Bukan hanya untuk pemerintah, tetapi juga buat kita semua, wakil rakyat yang ada di forum ini. Pertama, sekarang ini ada begitu banyak lahan pertanian yang terkena banjir dalam catatan yang terakhir ada 109 ribu hektar yang terkena banjir, 29 ribu di antaranya dinyatakan puso. Saya minta perhatian kita, baik pemerintah maupun DPR, untuk mengalokasikan anggaran untuk membantu para petani yang kena puso atau terkena banjir. Hal ini penting sekali dalam rangka membantu mereka untuk tidak terus-menerus menderita dan juga soal keadilan. Karena ketika dahulu bank mengalami masalah, pemerintah serta merta menyatakan akan menalangi seluruh uang nasabah di bank itu. Oleh karena itu, saya menuntut keadilan untuk petani, pemerintah juga harus menyediakan dana untuk mereka. Kedua, Saya meminta perhatian secara sungguh-sungguh untuk membebaskan daerah terisolasi. Atas nama sekitar 40 juta warga Indonesia yang hidup di daerah terpencil, saya minta supaya betul-betul ada perhatian secara serius. Pembangunan harus berkeadilan, jangan ditumpuk di kawasan-kawasan yang sudah maju. Ketiga, Saya minta perhatian keadilan untuk kebebasan beragama, kebebasan beribadah di Negara Republik Indonesia tercinta ini. Akhir-akhir ini kondisi kehidupan beragama semakin terganggu. Itu berarti akan menjadi gangguan serius untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Saya khawatir gangguan itu bukan datang dari luar, tetapi itu akan datang dari dalam Negara Republik Indonesia ini. Demikian, saya harapkan supaya mendapat perhatian kita semua. MERDEKA !!!” (Dikutip dari risalah resmi rapat Paripurna DPR RI ke 19, masa sidang III, tahun sidang 2007-2008 tanggal 7 Januari 2008 dengan pimpinan sidang; H.R. Agung Laksono-Ketua DPR RI).