Penulis: Novita Sari Gunawan
Telukmandar.com OPINI — Harga sejumlah komoditas bahan pangan pokok naik, seperti cabai, minyak goreng, gula pasir kualitas premium, dan daging ayam ras segar. Kenaikan tersebut terjadi 20 hari jelang Ramadan.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, pada Jumat (3-2-2023), rata-rata harga cabai merah besar secara nasional mencapai Rp42.200/kg. Angka tersebut naik dibandingkan bulan lalu (Rp36.250/kg). Rata-rata harga cabai rawit hijau juga naik, mencapai Rp48.700/kg, naik dibandingkan posisi awal Februari (Rp42.600/kg).
Rata-rata harga cabai rawit merah pun naik, mencapai Rp65.950/kg, naik dibandingkan awal Februari (Rp54.800/kg). Sementara itu, rata-rata harga minyak goreng bermerek mencapai Rp21.750/kg, naik dibandingkan posisi bulan lalu (Rp20.100/kg).
Tidak hanya komoditas cabai dan minyak goreng bermerek, gula pasir kualitas premium juga mengalami kenaikan harga. Rata-rata harga nasionalnya mencapai Rp15.900/kg, naik tipis dibandingkan bulan sebelumnya (Rp15.850/kg). (Sumber: Katadata).
—
“Tradisi” Jelang Ramadan
—
Ramadan di Indonesia identik disambut oleh sebuah “tradisi”, yakni kenaikan harga pangan pokok yang terus berulang tiap tahunnya. Melalui mesin pencarian Google, apabila kita menggunakan kata kunci “kenaikan harga pangan menjelang Ramadan” dengan rentang waktu pemberitaan 2017—2022, muncul banyak hasil pemberitaan yang berulang terkait hal tersebut.
Pertanyaannya, mengapa kenaikan harga pangan menjelang Ramadan kerap terjadi? Beragam jawaban dan alasan bisa kita baca secara runtut. Menjelang Ramadan 2017, misalnya, Ketua Ikatan Pedagang Pasar Pasar Indonesia (IKAPPI) kala itu mengungkapkan salah satu alasan kenaikan harga komoditas pangan jelang Ramadan terjadi karena meningkatnya belanja masyarakat.
Masyarakat pada umumnya belanja di pasar dalam jumlah yang lebih banyak untuk persediaan puasa dibandingkan hari biasanya. Dalam teori ekonomi kapitalisme, apabila permintaan naik, harga pun akan naik.
Penelitian Engkus pada 2017 melaporkan, ada beberapa penyebab kenaikan harga menjelang Ramadan, yakni hukum permintaan dan penawaran, penimbunan barang, kinerja pasokan yang terganggu, dan gaya hidup masyarakat yang lebih konsumtif.
Penimbunan barang terjadi karena adanya permainan pelaku pasar. Ini bukan hal aneh dalam negara yang menganut sistem kapitalisme. Sistem ini memang menghasilkan orang-orang yang hanya memikirkan manfaat materi. Masyarakat dipandang sebagai pasar yang berpotensi untuk meraih keuntungan tanpa memikirkan dampak buruk atau banyak orang yang merugi.
Kapitalisme juga menjadikan peran negara sebatas regulator. Negara lumpuh dalam perannya sebagai pelayan rakyat yang mengedepankan kepentingan masyarakat. Padahal, negara seharusnya melakukan upaya antisipatif agar tidak ada gejolak harga dan masyarakat mudah mendapatkan kebutuhannya.
Oleh karenanya, fenomena yang terus terjadi ini sejatinya menunjukkan kegagalan negara dalam menjaga stabilitas harga dan menyediakan pasokan yang cukup sesuai kebutuhan masyarakat.
—
Peran Sistem Islam
—
Dalam Islam, peran negara adalah pelayan rakyat. Islam mewajibkan negara hadir secara penuh mengurusi seluruh kemaslahatan umat. Negara akan bertindak tegas terhadap pihak-pihak yang mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Apabila terjadi problem, akan diselesaikan secara tuntas dan segera.
Islam pun memandang bahwa masalah pangan adalah hal yang perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan salah satu kebutuhan manusia yang wajib dipenuhi per individu. Selain itu, seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah jika ada rakyatnya yang kelaparan.
Walhasil, negara akan memperhatikan pengaturan berbagai aspek dalam upaya pemenuhan pangan dalam negeri. Negara menjamin tersedianya pangan dengan harga yang dapat terjangkau masyarakat dengan mendorong peningkatan dan inovasi penyediaan sumber pangan yang dibutuhkan. Negara akan mengupayakan produksi bahan pangan secara mandiri demi kepentingan pemenuhan kebutuhan rakyat semata.
Islam juga akan menjamin mekanisme pasar terlaksana dengan baik. Negara wajib menjamin dan memberantas distorsi, seperti penimbunan, monopoli, dan penipuan. Negara akan menyediakan informasi ekonomi dan pasar, serta membuka akses informasi bagi semua orang untuk meminimalkan informasi yang tidak tepat yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku pasar untuk mengambil keuntungan secara tidak benar.
Dengan demikian, jangan kaget dengan harga bahan pokok yang terus meroket—tradisi setiap jelang Ramadan—jika negara ini masih menerapkan sistem ekonomi kapitalisme. Hanya dengan penerapan sistem Islam secara sempurna, kesejahteraan rakyat bisa diraih. Ini karena sistem Islam mengurus rakyat dengan aturan yang berasal dari Allah Taala Sang Pencipta manusia. Wallahualam.