NUNUKAN- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara Rapat Paripurna dengan agenda pengambilan keputusan terhadap nota Kesepakatan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Kebijakan Umum Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan Tahun Anggaran 2025 bersamaan Rancangan KUA dan PPAS 2026.
Namun, rapat berlangsung diruang paripurna DPRD Nunukan itu hanya dihadiri 19 dari 30 Anggota DPRD sontak diskorsing sebanyak 2 kali lantaran tak memenuhi syarat kuorum.
Melansir melalui media Benunta. Co.id, Syafruddin sayangkan kondisi itu dan menilai ketidakhadiran sebagian anggota dewan telah menghambat proses pengambilan keputusan, Sabtu 16 Agustus 2025.
“19 orang kami tidak hadir. Tapi, karena dari total 30 anggota belum terpenuhi, rapat ini tidak kuorum. Ada 11 anggota dewan memang tidak ingin paripurna ini berjalan,” ungkapnya.
Syafruddin beberkan alasan salah satu penyebab absennya sebagian anggota dewan terkait pokok – pokok pikiran (Pokir) mereka minta agar nilainya ditingkatkan.
“Itulah alasannya, sehingga rapat paripurna ini tidak kuorum,” ujarnya.
Bahkan, dirinya mendorong pihak berwenang utamanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa persoalan ini karena dinilai berpotensi menghambat jalannya pemerintahan daerah.
Lantaran tidak terpenuhinya kuorum, rapat paripurna tersebut tidak dapat melanjutkan ke tahap pengambilan keputusan sesuai agenda yang telah dijadwalkan.
Sidang dipimpin Wakil Ketua I DPRD Nunukan, Arpiah, Bersama Wakil Ketua II, Andi Mariyati. Dari Pihak Eksekutif, Hadir Wakil Bupati Nunukan, Hermanus, dan Sekretaris Daerah Nunukan, Ir. Jabbar.
Sedangkan, Nanda pun ikut berkomentar terhadap fenomena sedang terjadi di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara dan ingatkan Bupati Majene untuk tak membuka ruang terlalu luas bagi pokok – pokok pikiran (Pokir) DPRD Majene.
“Surat Edaran (SE) telah disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan undangan langsung mengunjungi Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta menjadi alarm pengingat,” terang Ketua PA GMNI Majene.
Lanjutnya, ia juga singgung beberapa pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mentri Dalam Negeri (Mendagri) bahwa pokok – pokok pikiran tidak melalui proses pembahasan serta tak lahir dari aspirasi rakyat merusak citra sebuah daerah. (rls/as)