MAJENE – Suasana jalan Trans Sulawesi di Desa Salutambung, Kecamatan Ulumanda, Kabupaten Majene, mendadak riuh. Puluhan mahasiswa dan pemuda dari Ulumanda turun ke jalan, membentangkan spanduk, mengibarkan poster bernada protes, dan menyuarakan kekecewaan, mereka menuntut Wakil Bupati Majene segera minta maaf secara terbuka, Sabtu 19 Juli 2025.
Aksi yang berlangsung Sabtu siang ini bukan sekadar unjuk rasa biasa. Ini adalah manifestasi dari kemarahan kolektif masyarakat Ulumanda atas pernyataan Wakil Bupati Majene yang dinilai sangat melecehkan.
Dalam sebuah kesempatan, Wakil Bupati dikabarkan mengatakan bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tidak disiplin atau berkinerja buruk akan dipindahkan ke Ulumanda.
“Ini bukan sekadar omongan. Ini penghinaan!” teriak Aldi Tandeallo, salah satu orator aksi yang juga dikenal sebagai aktivis pemuda Ulumanda, saat menyampaikan orasi lantang dari atas mobil komando, Sabtu 19 Juli 2025.
“Wakil bupati menjadikan Ulumanda seolah-olah tempat pembuangan ASN yang tidak becus. Ini cara berpikir kolonial yang harus dihentikan!”
Pernyataan tersebut, menurut para mahasiswa, mencerminkan cara pandang diskriminatif terhadap wilayah terpencil. Ulumanda yang selama ini dikenal sebagai daerah dengan akses jalan yang sulit, sinyal komunikasi yang terbatas, dan infrastruktur yang jauh tertinggal dinilai telah direduksi hanya sebagai tempat ‘hukuman’.
“Kami warga Ulumanda bukan masyarakat kelas tiga. Kami punya martabat, punya harga diri. Justru kamilah yang selama ini bertahan hidup dalam keterbatasan karena kebijakan pembangunan yang tidak adil,” tambah Aldi.
“Pernyataan itu bukan hanya keliru, tapi menyakitkan. Ini bentuk stigmatisasi wilayah yang tidak bisa ditolerir.”
Dalam aksi tersebut, para mahasiswa membawa tiga tuntutan tegas:
Wakil Bupati Majene harus datang langsung ke Ulumanda dan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka.
Pernyataan kontroversial itu harus ditarik kembali secara resmi, baik melalui media maupun forum pemerintahan. Pemerintah Kabupaten Majene harus menghentikan pola pikir diskriminatif terhadap wilayah terpencil dan menjamin keadilan pembangunan.
Desakan Percepatan Pembangunan Namun tuntutan para mahasiswa tidak berhenti pada permintaan maaf. Mereka juga mengangkat isu lama yang hingga kini tak kunjung ditangani pemerintah daerah, ketimpangan pembangunan infrastruktur.
Berikut sejumlah poin yang disuarakan dalam aksi tersebut, Percepatan perbaikan jalan Salutambung-Urekang, Perbaikan jalan penghubung Lombe-Taukong, Penyelesaian akses jalan Tamerimbi, Perbaikan ruas jalan Sambabo-Rura, Rehabilitasi jalan Kolehalang-Panggalo, Penolakan aktivitas tambang pasir di Tubo yang dinilai merusak lingkungan Perbaikan layanan publik dasar di wilayah Ulumanda.
Menurut para mahasiswa, tuntutan-tuntutan itu bukan baru hari ini mereka suarakan. “Kami sudah terlalu sering dijanjikan. Tapi sampai hari ini, jalan kami tetap rusak, sinyal tetap hilang, dan pelayanan tetap lamban. Lalu tiba-tiba wilayah kami dijadikan ancaman bagi ASN yang bermasalah? Ini sangat tidak adil,” ucap salah satu demonstran yang enggan disebutkan namanya.
Aliansi Masyarakat Ulumanda menegaskan bahwa demonstrasi hari ini hanyalah awal. Mereka mengaku siap menggelar aksi lanjutan dengan skala yang lebih besar jika pemerintah daerah tak kunjung memberikan tanggapan resmi dan memenuhi tuntutan mereka.
“Jika suara kami hari ini tidak didengar, maka aksi ini bukan yang terakhir. Kami akan terus bersuara, terus turun ke jalan, sampai pemerintah sadar dan mulai menghormati masyarakat yang hidup jauh dari pusat kekuasaan,” tegas Aldi dengan nada berapi-api.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari Wakil Bupati Majene maupun dari pihak Pemerintah Kabupaten Majene. Masyarakat Ulumanda menanti itikad baik dari pemerintah untuk meredam gejolak yang tengah membara.
Sejumlah pihak menyebut bahwa pernyataan seorang pejabat publik, sekecil apapun, bisa berdampak besar bagi relasi sosial-politik antara pemerintah dan rakyat. “Ucapan pejabat bukan hanya bahasa biasa. Itu bisa jadi simbol kekuasaan, bisa menyembuhkan tapi juga bisa melukai,” ujar Salah satu Pakar Politik.
Ia menyarankan agar pemerintah daerah segera merespons aspirasi warga dengan kepala dingin dan menunjukkan komitmen untuk memperbaiki hubungan serta mewujudkan pemerataan pembangunan, terutama di wilayah yang selama ini terpinggirkan. (rls/as)