MAJENE- Perlindungan sudah cukup besar diberikan negara terhadap perlindungan mangrove. UU Nomor 32 Tahun 2009, Pasal 98 secara gamblang dijelaskan sanksi terkait penebangan mangrove tanpa izin.
Namun, apakah kita peduli dan memiliki kewajiban untuk menjaga mangrove bagi kelestarian dan untuk generasi dimasa mendatang nanti. Jawabanya, Tidak!
“Mereka Menebang Mangrove”
Catatan perjalanan Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sulawesi Barat (Sulbar) Asnawi biasa dipanggil Awi Mendez, Jumat 11 April 2025.
Saat mentari mulai meredup dan telah siap menuju peraduan, dalam perjalan pulang menuju rumah dirinya melewati wilayah pesisir di Kabupaten Majene. Namun, dalam perjalanannya sontak dikejutkan dengan pemandangan mengiris hati lantaran pembatatan mangrove dilokasi rawan bencana ekologis.
Sesuai hasil pantauan Direktur WALHI Sulbar, pembabatan ekosistem mangrove terjadi di Kelurahan Lalampanua tepat di Dusun Pesa’i Pamboang.
Padahal, mangrove merupakan pelindung utama ekosistem pesisir justru ditebang secara terang – terangan.
Menurut kesaksian Awi, ia melihat sendiri hasil penebangan mangrove tumbuh rapat ditepian pantai. Kayu dan akarnya berfungsi menjaga garis pantai dari ancaman abrasi malah ditebang.
Pandangan jauh saya melihat pepohonan mangrove sudah rebah. Sedangkan, ekosistem mangrove buka hanya deretan pohon tumbuh diantara air asin, melainkan penjaga garis pantai dari ancaman abrasi.
Mendez menjelaskan, mangrove sendiri juga menjadi rumah bagi ratusan jenis biota laut seperti ikan, kepiting dan berbagai spesies lain.
“Disamping itu, berperan dalam menyerap karbo, menjaga kualitas udara dah memperlambat laju perubahan iklim,” ungkap Direktur WALHI Sulbar.
Ia menjelaskan, penebangan mangrove secara sembarangan bukan hanya dapat disebutkan masuk dalam kategori pelanggaran terhadap alam. Tapi, juga bagian tindakan penghianatan terhadap generasi dimasa mendatang.
Ketika satu pohon mangrove ditebang berarti satu bagian dari sistem perlindungan ekologis kita dihancurkan.
Saat mencoba berbicara beberapa masyarakat sekitar, ada sebutkan aktivitas penebanganangrove sudah berlangsung beberapa hari lalu.
Katanya, kayu – kayu mangrove rencana akan dijual untuk dijadikan arang atau bahan bangunan. Mirisnya, tidak ada bisa menunjukkan izin dan tidak tahu siapa dalangnya.
Meski kemudian, mangrove terletak di Dusun Pesa’i hal serupa kerap terjadi di Kabupaten lain dan hasil pantauan WALHI Mamuju, Mamuju Tengah, Pasangkayu dan Polewali Mandar.
Melalui beberapa pendekatan, alih fungsi lahan, penebangan liar sampai pembukaan tambak menjadi penyebab utama.
Begitu spesialisnya dan negara telah bertanggung jawab penuh terhadap keberlangsungan mangrove pun bisa dilihat Perpres Nomor 73 Tahun 2012, mencakup strategi nasional pengelolaan ekosistem mangrove tentang perlindungan dan rehabilitasi.
Ditingkat lokal, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulbar telah menetapkan beberapa kawasan mangrove sebagai kawasan strategis harusnya bebas dari aktivitas pengrusakan. Ironinya aturan tersebut seolah hanya menjadi tulisan diatas meja kerja disebabkan implementasi lemah, pengawasan longgar dan penegakan hukum acap kali mandul.
Penting kemudian dipertanyakan, ada apa dengan penegakan hukum terhadap kejahatan lingkungan.
Sisi lain, keterbatasan kapasitas aparat dilapangan. Minimnya sumber daya untuk patroli secara rutin, apalagi disepanjang pesisir.
Fak lainnya, seolah melakuian pembiaran atau bahkan keterlibatan oknum dalam kegiatan ilegal. Banyaknya, kasus penebangan liar tidak ditindaklanjuti meski memiliki bukti dan pelakunya jelas.
Termasuk, minimnya pemahaman secara menyeluruh di masyatakat tentang pentingnya mangrove. Belum lagi, mangrove dianggap hanya pohon penghalang untuk pembukaan lahan atau sumber kayu gratis.
Inilah pentingnya, peran pemerintah, lembaga masyarakat sipil dan media untuk melakukan edukasi, advokasi serta pengawasan bersama.
Direktur WALHI Sulbar, dalam temuan tersebut akan serius menanggapi hal demikian karena menjadi bagian tanggung jawab kami menjaga lingkungan.
“Sayapun sudah dokumentasikan hasil penebangan mangrove dan kordinat lokasi berada di Dusun Pesa’i Pamboang,” tegasnya.
Lanjutnya, kami juga akan berkoordinasi dengan jaringan WALHI dan berencana akan melaporkan kasus ini di BKSDA dan pihak kepolisian.
Selebihnya, WALHI Sulbar akan mendorong adanya audit lingkungan dan pemulihan kawasan mangrove di Dusun Pesa’i Pamboang. (rls/as)