Majene,TelukMandar.com- Pemilu 2024 hingga kini masih terus menyisahkan sejumlah problem ditengah-tengah proses rekapitulasi dilakukan pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) disejumlah wilayah ditanah air.
Sama halnya, terjadi di Kabupaten Majene Provinsi Sulbar, pihak Gakumdu hingga kini terus menyelidiki dan memeriksa para saksi serta caleg yang diduga melakukan money politik (politik uang) pasca penangkapan Operasi Tangkap Tangan (OTT) Jatanras Polda Sulbar, diwilayah Kecamatan Banggae, selasa 12 Februari 2024.
Penangkapan itu, pihak Jatanras Polda Sulbar, berhasil mengamankan amplop 30 lembar dan masing-masing berisi 350 serta specimen caleg yang diduga pelaku money politik dimasa tenang.
Kordinator Lembaga Masyarakat Anti Penyalahgunaan Jabatan (LMAPJ) angkat bicara, proses penyelidikan dan pemeriksaan saksi-saksi hingga caleg yang diduga pelaku politik uang di Majene, diminta dilakukan secara profesional dan merujuk kepada ketentuan hukum.
“Kita memberikan apresiasi terhadap Gakumdu Majene. Hingga kini masih terus melakukan pemeriksaan kepada pihak diduga pelaku politik uang diwilayah Banggae,” ungkap Mustajar.
Tindakan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pihak Jatanras Polda Sulbar, salah satu caleg di Kabupaten Majene penting diberikan apresiasi dan merupakan sebuah prestasi kepolisian dalam memerangi politik uang sekaligus bentuk komitmen mereka.
“Semua pihak, lebih khusus Gakumdu Majene harus secara objektif dan mengedepankan profesionalitas dalam mengusut dugaan politik uang tersebut,” terang ketua LMAPJ Sulbar.
Bahkan ia meminta, lanjut Mustajar kepada pihak Gakumdu Sulbar untuk memantau proses yang sedang berjalan di Gakumdu Majene.
“Semua kemungkinan dapat terjadi. Tapi kita masih percaya betul Gakumdu Majene mampu menuntaskan dan menindak tegas jika terbukti melakukan tindakan bertentangan hukum,” ujarnya.
Ia jelaskan, Hakikatnya, politik uang menjadi musuh bersama didalam setiap proses pemilu. Bahkan tidak sedikit pihak menginginkan dan menyadari politik uang secara nyata merusak proses pendidikan politik dimasyarakat.
“Temuan OTT Jatanras Polda Sulbar, justru menjadi langkah positif untuk Gakumdu Majene, dalam memastikan proses pemilu dihindarkan perilaku politik uang,” jelasnya
Sangat disayangkan temuan OTT Jatanras Polda Sulbar, jika tidak dilakukan penanganan secara serius oleh pihak Gakumdu Majene.
Sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur pemberian sanksi yang berat terhadap pelaku politik uang di masa kampanye dan pemungutan suara.
Pada Pasal 515 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menegaskan bahwa: Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak 36 juta.
Selanjutnya, dalam Pasal 523 Ayat (1) dinyatakan bahwa: Setiap pelaksana, peserta, dan atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya, sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.24.000.000 (dua puluh empat juta rupiah).
Lalu pada Ayat (2) berbunyi: Setiap pelaksana, peserta dan/ atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung maupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp.48.000.000 (empat puluh delapan juta rupiah).”
Selanjutnya pada Ayat (3) berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 36.000.000 (tiga puluh enam juta rupiah). (as)