MAJENE- Sudah bukan menjadi sebuah rahasia lagi eksploitasi tambang di Sulawesi Barat (Sulbar) kian meningkat. Izin tambang terus dikeluarkan dengan mudah, seolah lingkungan dan kehidupan rakyat hanya deretan angka dalam laporan ekonomi.
Asnawi kerap dipanggil Mendez, meminta pemerintah Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) dapat menjadi benteng utama dalam menjaga keseimbangan alam dan kesejahteraan rakyat, Sabtu 15 Maret 2025.
Namun, fakta ditemukan dilapangan para penambang justru mudah mendapatkan ijin, tanpa ada pengawasan super ketat dan kebijakan yang berpihak pada keberlanjutan.
“Eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) kian tak terkendali merupakan ancaman nyata bagi generasi dimasa mendatang,” ungkap Direktur Walhi Sulbar.
Ia sampaikan pula, Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDEM) harus menjadi garda terdepan dalam perlindungan alam justru merasa pasif dan pesimis.
Bukannya, memberikan pengawasan super ketat dan membatasi aktovitas eksploitasi SDA malah ditengarai mengobral izin tambang tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya.
“Akibatnya, hutan digunduli, sungai tercemar, tanah longsor dan masyarakat sekitar aktivitas eksploitasi menjadi korban utama,” terangnya.
Ia menjelaskan, fakta kemudian hampir dialami semua kabupaten di Sulbar alami bencana ekologis.
Fakta lain, kerap ditemukan dilapangan oknum aparat ikut memberikan perlindungan bahasa lain membekingi aktivitas eksploitasi SDA.
Timbul pertanyaan, Dimana Peran Pemerintah?
Kita perlu memberikan “Warning” bahwa izin tambang dikeluarkan secara serampangan justru berujung pada becana ekologis.
Para pihak pemangku kebijakan harus lebih sadar dan peduli terhadap fakta dilapangan nyaris merusak sumber daya air, ekosistem dan berujung perampasan ruang hidup rakyat.
“Kita patut curiga dan berasumsi terhadap mudahnya izin – izin demikian dikeluarkan. Apakah, ada kepentingan tertentu didalamnya,” ujarnya.
Sulbar memiliki kekayaan alam cukup luar biasa. Namun, jika pengelolaannya hanya beriorentasi pada keuntungan jangka pendek, maka tersisa hanya kerusakan dan penderitaan semata.
Direktur Walhi Menjelaskan, rakyat tinggal dksekitar lokasi tambang sering kali menjadi korba utama. Udara tercemar, air bersih menjadi langka, tanah kehilangan kesuburannya, timbulkan bencana longsor dan banjir semakin sering disaksikan.
Padahal, mereka dulunya hidup dari bertani dan menangkap ikam disungai kini harus berjuang hadapi dampak lingkungan yang mematikan.
Selain itu, ada banyak perusahaan tambang tidak memiliki tanggung jawab sosial dan lingkungan secara jelas. Mereka setelah mengambil keuntungan lalu pergi begitu saja dan meninggalkam lubang – lubang menganga dan kerusakan sulit diperbaiki.
“Alih-alih menjanjikan kesejahteraan kepada rakyat, malah justru menciptakan kesenjangan sosial semakin tajam. Kaya semakin kaya, rakyat kecil harus menanggung beban kerusakan lingkungan,” kata Awi Mendes kerap dipanggilkan.
Dikrektur Walhi Sulbar, mendesak pemerintah Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) untuk mengambil langkah tegas untuk menghentikan eksploitasi brutal tersebut.
Pemprov Sulbar harus melakukan audit perizinan tambang, baik skala kecil (Galian C) apalagi dalam skala besar sudah dikeluarkan izinnya.
“Perusahaan tidak memenuhi standar lingkungan harus dicabut izinnya, dan lokasi sudah dirusak wajib dilakukan rehabilitasi secara serius,” tegasnya Asnawi kerap dipanggil Awi Mendez.
Lanjutnya, kalau kemudian tidak dilakukan jangan salahkan rakyat jika mereka akhirnya kehilangan kepercayaan terhadap pemimpin harusnya melindungi mereka. Kita mendukung sistem mengedepankan keberlanjutan prioritas utama dalam pengelolaan SDA.
“Jangan hanya berfikir tentang keuntungan jangka pendek. Tapi, abai pada masa depan lingkungan Sulbar,”.
Pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan Sumber Daya Alam (SDA) dikelola dengan bijak dan tidak membawa kehancuran bagi lingkungan dan rakyat.
Sisi lain, rakyat juga harus lebih kritis dalam mengawasi kebijakan pemerintah terkait tambang. “Suara rakyat tidak boleh dibungkam hanya karena kepentingan segelintir elit semata berujung memperkaya diri semata,” jelasnya.
Asnawi himbau, tekanan masyarakat sipil, akademisi, dan aktivis lingkungan sangat dibutuhkan agar pemerintah tidak seenaknya memberikan izin tambang tanpa memperhitungkan dampak ditimbulkan.
Termasuk pihak kepolisian harus mengambil peran aktif dalam menindak tegas oknum – oknum berupaya melindingi atau membekingi aktivitas tambang ilegal merugikan lingkungan dan rakyat.
“Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, baik kepada pelaku usaha tambang ilegal maupun kepada aparat atau pejabat yang melindungi mereka demi keuntungan pribadi,” pintanya.
Pemerintah harus sadar betul bahwa uang hasil tambang mudah dihabiskan, kerusakan lingkungan susah dikembalikan hanya dengan sekedar janji dan pencitraan. Jika eksploitasi ini terus dibiarkan, Sulbar bisa saja menjadi cerita pilu tentang alam yang dihancurkan demi kepentingan segelintir orang.
“Kita tidak ingin melihat Sulbar menjadi ladang kehancuran akibat keserakahan dan bringasnya para penambang tidak bertanggung jawab,” tutup Awi Mendez. (rls/as)