MAJENE- Unjuk rasa digelar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Majene berlangsung dramatis dan bersitegang.
Unjuk rasa digelar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Majene didepan kampus Stikes Bina Bangsa (BBM) bersamaan dengan dirangkaikan acara buka bersama (Bukber) dihalaman kampus BBM.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Majene menggelar unjuk rasa buntut dari diberikannya sanksi schorsing terhadap mahasiswi Stikes BBM juga merupakan kader HMI.
Dramatisnya, HMI dihadang ratusan mahasiswa Stikes BBM Majene dan sampai alami gesekan berujung pengrusakan bendera Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Majene.
Fakta lain, unjuk rasa digelar HMI pun tidak menghentikan acara buka bersama (Bukber) Stikes BBM dibuka dengan berbagai sambutan dan dakwah diantarkan langsung almukarram Darmansyah.
Meski ditengah kepulan asap kian menebal dakwah pun diantarkan langsung almukarram Darmansyah terus dilangitkan.
Menurut jendlap aksi, mahasiswa memiliki peran fundamental dalam menciptakan lingkungan akademik sehat dan demokratis.
Namun, kebijakan diambil Stikes BBM justru mencerminkan sikap represif dengan mengabaikan prinsip keterbukaan dan keadilan dalam lingkungan kampus.
“Schorsing dijatuhkan kepada salah satu mahasiswi tanpa adanya mekanisme dialog yang adil adalah tindakan yang tidak hanya mencederai kebebasan akademik. Tapi juga bertentangan dengan nilai-nilai pendidikan yang seharusnya menjunjung tinggi asas transparansi dan musyawarah,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, mahasiswi tersebut dijatuhi schorsing secara sepihak hanya karena mengutarakan kritik dalam forum Musyawarah Besar KEMA STIKes BBM, tanpa diberikan kesempatan untuk menyampaikan pembelaan atau penjelasan atas apa yang disampaikan.
Kami dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Majene menegaskan bahwa mahasiswi yang terkena schorsing dan 10 mahasiswa yang diberhentikan secara sepihak diantaranya adalah merupakan kader Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat STIKes BBM.
“Kami tidak akan tinggal diam terhadap tindakan yang mencederai hak kader kami dan hak mahasiswa secara umum,” ujarnya.
Selain itu, tindakan pengurus BEM yang memberhentikan sepuluh mahasiswa dari kepengurusan tanpa melalui prosedur yang jelas semakin menunjukkan bahwa kebebasan organisasi mahasiswa di lingkungan STIKes BBM telah dipasung.
Lanjutnya, pemberhentian ini dilakukan tanpa dasar yang rasional dan tanpa mempertimbangkan mekanisme yang seharusnya berlaku dalam organisasi mahasiswa.
“Ini menimbulkan kesan bahwa pengurus BEM berusaha membungkam suara mahasiswa yang kritis dan melemahkan gerakan kemahasiswaan yang selama ini berperan aktif dalam mengawal kebijakan kampus,” terangnya.
Keputusan-keputusan yang diambil secara sepihak oleh Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan STIKes BBM mencerminkan sikap yang bertentangan dengan prinsip demokrasi akademik. Tidak adanya ruang diskusi serta pengambilan kebijakan yang dilakukan tanpa melibatkan pihak yang bersangkutan menunjukkan bahwa kampus telah melangkahi prinsip-prinsip dasar dalam dunia pendidikan tinggi.
Tindakan ini bertentangan dengan berbagai regulasi yang menjamin hak mahasiswa dalam sistem pendidikan nasional, di antaranya: UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 6 Ayat (2): “Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan menjunjung tinggi prinsip demokrasi, keadilan, dan tidak diskriminatif dengan menjamin kebebasan akademik serta kebebasan mimbar akademik.”
Pasal 8 Ayat (1): “Mahasiswa sebagai bagian dari civitas akademika memiliki hak memperoleh pendidikan yang bermutu, layanan akademik yang adil dan tidak diskriminatif, serta kebebasan dalam pengembangan diri.”
Pasal 9 Ayat (1): “Mahasiswa memiliki hak untuk menyampaikan pendapat secara lisan maupun tulisan dalam lingkungan akademik sesuai dengan prinsip kebebasan akademik dan etika keilmuan.”
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 Ayat (1): “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai budaya, dan kemajemukan bangsa.”
Pasal 7 Ayat (1): “Setiap mahasiswa berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan kesempatan yang sama dalam proses pendidikan.”
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi
Pasal 5 Ayat (2): “Mahasiswa berhak untuk menyampaikan pendapat, berekspresi, dan berorganisasi dalam lingkup akademik dan non-akademik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Tri Dharma Perguruan Tinggi Pendidikan tinggi memiliki tanggung jawab dalam membangun intelektualitas mahasiswa melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, yang mencakup kebebasan akademik dan hak mahasiswa dalam menyampaikan pendapatnya secara ilmiah dan kritis.
Berdasarkan berbagai regulasi di atas, maka kami menilai bahwa tindakan schorsing sepihak serta pemberhentian mahasiswa dari kepengurusan BEM tanpa prosedur yang jelas telah melanggar hak-hak mahasiswa yang dilindungi oleh UU
Kami menuntut: Pencabutan schorsing terhadap mahasiswi yang dikenai sanksi sepihak, karena keputusan tersebut tidak melalui mekanisme transparan dan bertentangan dengan prinsip praduga tak bersalah.
Pemulihan kembali status sepuluh mahasiswa yang dikeluarkan dari BEM tanpa prosedur yang adil, serta adanya klarifikasi terbuka dari pengurus BEM dan pihak kampus terkait alasan pemberhentian tersebut.
Pencopotan Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan STIKes BBM, karena telah mengambil kebijakan yang melanggar hak mahasiswa dan mencederai prinsip-prinsip demokrasi dalam dunia pendidikan.
Evaluasi terhadap sistem pengambilan keputusan di STIKes BBM, agar kasus serupa tidak terulang kembali di masa depan.
Ditegaskan, jika tuntutan ini tidak diindahkan, kami akan terus mengawal persoalan ini hingga tuntas. Kami akan menggalang solidaritas dari seluruh elemen mahasiswa serta berbagai organisasi kemahasiswaan lainnya untuk menekan pihak kampus agar bertindak secara adil.
“Kami juga tidak segan untuk membawa masalah ini ke tingkat yang lebih tinggi, termasuk menyuarakannya ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, demi menegakkan keadilan bagi mahasiswa STIKes BBM,” urainya.
Kampus harusnya menjadi ruang bagi mahasiswa untuk berkembang, bukan menjadi tempat di mana suara kritis dibungkam. Kejadian ini harus menjadi pelajaran agar tidak terulang di kemudian hari, karena jika dibiarkan, maka bukan tidak mungkin mahasiswa-mahasiswa lain akan menjadi korban ketidakadilan yang sama.
“Kami akan terus berjuang demi terciptanya lingkungan akademik yang sehat, terbuka, dan demokratis. Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia,” (rls/tt)